Red Yellow Electricity Lightning

Senin, 14 Mei 2018

KETELADANAN SAHABAT UMAR BIN KHATTAB RA



1.      Fatimiyah Az-zahra
a.      Riwayat Hidup Singkat
Fatimah Az-Zahra adalah putri Nabi Muhammad saw dan Khadijah. Ketika sudah ewasa dia menikah dengan Ali bin Abi Thalib. Dari pernikahan tersebut melahirkan Hasan dan Husein. Fatimah sangat terkenal di dunia Islam, karena hidupnya paling dekat dan paling lama dengan Rasulullah Saw. Rasulullah sendiri sangat menyayanginya. Dari dialah keturunan Nabi Muhammad saw berkembang dan tersebar di hampir seluruh negeri Islam. Fatimah dilahirkan di Makkah pada tanggal 20 Jumadil Akhir, 18 tahun sebelum Nabi Saw. hijrah (tahun ke-5 dari kerasulan). Dia adalah putri bungsu Rasulullah saw setelah berturut-turut Zainab, Ruqayyah, dan Ummu Kulsum. Saudara laki-lakinya yang tertua, Qasim dan Abdullah, meninggal dunia pada usia muda. Kehidupan Fatimah dibagi ke dalam dua periode, masa kanak-kanak di Makkah dan masa remaja serta masa dewasa di Madinah. Pada periode masa kanak-kanak di Mekah, keluarganya hidup dalam keadaan menyedihkan, banyak tekanan dan penyiksaan, karena pada masa itulah babak baru perjuangan Rasulullah saw pada periode remaja dan dewasa di Madinah, sebagai putri pimpinan kota Madinah, Fatimah tinggal di pusat kota yang paling berpengaruh. Fatimah telah memperkaya sejarah wanita selama masa itu.
b.       Teladan yang bisa diambil
Kehidupan rumah tangga Fatimah sangatlah sederhana. Bahkan sering juga kekurangan, sehingga beberapa kali harus menggadaikan berang-barang keperluan rumah tangga mereka untuk membeli makanan. Sampai-sampai kerudung Fatimah pernah digadaikan kepada Yahudi Madinah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Namun demikian, mereka tetap saja bahagia, lestari sebagai suami istri sampai akhir hayat. Memang nabi Muhammad saw sangat sayang kepada Fatimah. Sewaktu Nabi Muhammad saw sakit keras menjelang wafatnya, Fatimah tiada henti menangis. Nabi saw memanggilnya dan berbisik kepadanya, tangisannya makin bertambah. Kemudian Nabi saw berbisik lagi, dan ia pun tersenyum. Kemudian hal tersebut ditanyakan kepada Fatimah. Dia manjawab bahwa dia menangis karena ayahnya memberitahukan kepadanya bahwa tak lama lagi ayahnya akan meninggal, tetapi kemudian ia tersenyum karena, seperti kata ayahnya, dialah yang pertama yang akan memjumpainya di akhirat nanti. Fatimah adalah seorang wanita yang agung, seorang ahli hukum Islam. Dari Fatimah inilah banyak diriwayatkan hadis Nabi saw. Dialah tokoh perempuan dalam bidang
kemasyarakatan. Orangnya sangat sabar dan bersahaja, akhlaknya sangat mulia. Fatimah Az-Zahra tumbuh menjadi seorang gadis yang tidak hanya merupakan putrid dari Rasulullah, namun juga mampu menjadi salah satu orang kepercayaan ayahnya pada masa Beliau. Fatimah Az-Zahra memiliki kepribadian yang sabar dan penyayang karena tidak pernah melihat atau dilihat lelaki yang bukan mahromnya. Rasullullah sering sekali menyebutkan nama Fatimah, salah satunya adalah ketika Rasulullah pernah berkata: “Fatimah merupakan bidadari yang menyerupai manusia”. Demikian kisah Fatimah Az-Zahrah, seorang wanita yang selalu mendukung perjuangan ayahnya dan suaminya. Walaupun anak seorang yang sangat disegani namun Fatimah tidak pernah sombong. Ia adalah seorang istri yang sangat sederhana hidupnya
tanpa banyak menuntut pada suaminya. Fatimah sangat patut kita jadikan jadikan teladan utama.
Dari pernikahannya dengan Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az Zahra memiliki empat anak, dua putra yaitu Hasan dan Husain dan dua putri yaitu Zainab dan Ummu Kulsum. Hasan dan Husain sangat disayangi oleh Rasulullah saw. Sebenarnya ada satu lagi anak Fatimah Az Zahra bernama Muhsin, tetapi Muhsin meninggal dunia saat masih kecil.

2. Uwais al-Qarni
a. Riwayat hidup singkat
Uwais al-Qarni adalah salah seorang penduduk Yaman, daerah Qarn dari kabilah Murad. Ayahnya sudah tiada dan dia hidup bersama ibunya dan sangat berbakti kepadanya. Uwais al-Qarni pernah mengidap penyakit kusta, lau berdoa kepada Allah SWT lalu diberi kesembuhan, tetapi masih ada bekas sebesar dirham di kedua lengannya. Menurut keterangan, Nabi Muhammad saw mengatakan bahwa Uwais al-Qarni adalah pemimpin para tabi’in. Suatu ketika Nabi Muhammad saw berkata kepada Umar bin Khattab, “Jika kamu bisa meminta kepadanya untuk memohonkan ampun kepada Allah SWT untukmu, maka lakukanlah!” Ketika Umar bin Khattab telah menjadi Amirul Mukminin, dia bertanya kepada para jamaah haji dari Yaman di Baitullah pada musim haji, “Apakah di antara warga kalian ada yang bernama Uwais al-Qarni?” Mereka menjawab, “ada”. Umar kemudian bertanya lagi, “Bagaimana keadaannya ketika kalian meninggalkannya?” Mereka menjawab tanpa mengetahui derajat Uwais, “Kami meninggalkannya dalam keadaan miskin harta benda dan pakaiannya usang.” Umar bin Khattab berkata kepada mereka, “Celakalah kalian. Sungguh, Rasulullah saw pernah bercerita tentangnya. Kalau dia bisa memohonkan ampun untuk kalian, lakukanlah!” Dan setiap tahun Umar bin Khattab selalu menanti Uwais. Dan kebetulan suatu ketika dia datang bersama jamaah haji dari Yaman, lalu Umar menemuinya. Dia hendak memastikannya terlebih dahulu, makanya dia bertanya, “Siapa namamu?” Orang itu menjawab, “namaku Uwais.” Umar melanjutkan pertanyaannya, “Di Yaman daerah mana?” Dia menjawab, “Dari Qarn.” Umar bertanya lagi, “dari kabilah mana?” Dia menjawab, “Dari kabilah Murad.” Umar bin Khattab bertanya lagi, “Bagaimana ayahmu?” “Ayahku telah meninggal dunia. Saya hidup bersama ibuku,” jawabnya. Umar melanjutkan, “Bagaimana keadaanmu bersama ibumu?” Uwais berkata, “Saya berharap dapat berbakti kepadanya.” Lalu Umar bertanya lagi, “Apakah engkau pernah sakit sebelumnya?” Uwais menjawab, benar, saya pernah terkena penyakit kusta, lalu saya berdoa kepada Allah SWT dan saya diberi kesembuhan.” Umar bertanya lagi, “Apakah masih ada bekas dari penyakit tersebut?” Dia menjawab, “di lenganku masih ada bekas sebesar dirham.” Dia memperlihatkan lengannya kepada Umar. Ketika Umar binn Khattab melihat hal tersebut, maka dia langsung
memeluknya seraya berkata, “Engkaulah orang yang diceritakan oleh Rasulullah saw. Mohonkanlah ampun kepada Allah SWT untukku!” Uwais berkata, “Masa saya memohonkan ampun untukmu wahai Amirul Mukminin?” Umar bin Khattab menjawab, “ya, benar.” Umar radhiyallahu ‘anhu meminta dengan terus mendesak kepadanya sehingga Uwais memohonkan ampun untuknya. Selanjutnya Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya kepadanya mengenai ke mana arah tujuannya setelah musim haji. Dia menjawab, “Saya akan pergi ke kabilah Murad dari penduduk Yaman ke Irak.” Umar berkata, “Saya akan kirim surat ke walikota Irak mengenai kamu?” Uwais berkata, “Saya bersumpah kepada Anda wahai Amriul Mukminin agar engkau tidak melakukannya. Biarkanlah saya berjalan di tengah lalu lalang banyak orang tanpa
dipedulikan orang.”
b. Teladan yang bisa diambil
Uwais al-Qarni sosok pribadi yang sangat sederhana. Hidupnya tidak bergelimang dengan harta. Ujian hidup yang dialami diterima dengan ikhlas dengan tetap tidak meninggalkan usaha dan kerja keras untuk keluar dari ujian itu. Termasuk ketika diuji penyakit kusta oleh Allah SWT. Uwais al-Qarni juga 􀏐igur yang sangat hormat dan taat kepada ibunya. Sebagian hidupnya digunakan untuk merawat dan mendampingi ibu yang sangat disayangi. Walaupun ia mendapat perhatian sang penguasa waktu itu yaitu Umar bin Khattab, tetapi Uwais al-Qarni tidak memanfaatkan fasilitas dan kesempatan tersebut untuk bersenang- senang. Justru Uwais al-Qarni tidak mau diperlakukan istimewa, justru sebaliknya dia ingin diperlakukan sama dengan rakyat yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar